Minggu, 18 Maret 2012

Membahas Hadits-Hadits Tentang Keimanan


HADITS TENTANG KEIMANAN
MAKALAH
 “Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Hadits II Jurusan PAI-A Semester IV








           Disusun Oleh : Muhammad Yusuf (102100930)
           Jurusan          : PAI-A                   
 Semester         : IV




PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
“SULTAN MAULANA HASANUDDIN” BANTEN
TAHUN 2012




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun tugas penulisan makalah ini tanpa adanya suatu halangan yang sangat berarti.
Shalawat teriring salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada Rasul pilihan Allah, yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini pastinya masih banyak terjadinya kekurangan dan kesalahan. Oleh karenanya, Kami sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari para pembaca umumnya, dan dari dosen yang bersangkutan khususnya, agar dalam pembuatan makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya, Kami ucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca yang telah berkenan membaca dan menelaah hasil tulisan ini. Semoga apa yang tertulis di dalam makalah ini dapat bermanfaat dalam kehidupan kita.




 
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
A.   Pendahuluan................................................................................................... 1
B.   Hadits Tentang Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat ............ 3
C.   Hadits Tentang Orang Yang Dapat Merasakan Manisnya Iman ............ 7
D.   Hadits Tentang Maksiat yang Berakibat Berkurangnya Iman dan             Islam................................................................................................................ 8
E.   Peranan Hadits Tentang Keimanan dalam Kehidupan ............................ 9
F.   Kesimpulan ................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA






 
HADITS TENTANG KEIMANAN

A.   Pendahuluan
            Secara istilah, Islam ialah suatu ajaran yang mengharuskan manusia tunduk kepada wahyu Allah SWT yang diturunkan melalui para Nabi, terutama Nabi Muhammad SAW, dan Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sebagai petunjuk. Al-Qur’an pula telah menjelaskan secara gamblang bahwa para Nabi Allah membawa agama islam bagi umatnya (Al-Baqoroh: 136).
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& #n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur !$tBur uÎAré& 4ÓyqãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur uÎAré& šcqŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ  
Artinya: Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
                Agama islam pula merupakan agama yang menghendaki Iman kepada Tuhan pemberi wahyu yaitu Allah, kepada para Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab kumpulan wahyu, kepada para Rasul penerima wahyu, kepada hari akhir dan kepada ketetapan takdir yang telah Allah tetapkan.
            Keimanan sering disalah pahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
            Adapun sikap 'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep kehidupan yang dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam konteks sesuatu yang ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang dalam Qur'an disebut dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi buruk yang diamsalkan dengan 'neraka'. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi penegakkan Din Islam.
            Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran.
            Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.



B.   Hadits Tentang Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat

حَدِيْثُ ﺃَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِيْزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَاَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا الاِيمَانُ؟ قَالَ: الاِمَانُ أَنْ تُؤْمِيْنَ بِااللهِ و مَلَائكَتِهِ وَبِلَقَائِهِ وَبِرُسُلِهِ وَتُؤمِنَ بِالْبَعْثِ. قَالَ: مَا الْاِسْلَامُ؟ قَالَ: أَلْاِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ تُقِيْمَ الْصَّلاَةَ تُؤَدِّيَ الْزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ. قَالَ: مَا الْاِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: مَتَى الْسَّاعَةُ؟ مَالاَ مَسْؤُلُ عَنْهاَ بِاَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشِرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتِ الآَمَةُ رَبَّهَا. وَ اِذَا تَطَاوَلً رُعَاةُ الإِبِلِ الْبُهْمُ فِى الْبُنيَانِ. وَفِى خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إلَّااللهُ ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ عِنْدَ هُ عِلْمُ السَّاعَةِ-أَلأَيَة، ثُمَّ اَدْبَرَ. فَقَالَ: رُدُّوهُ. فَلَمْ يَرَوْ شَيْئًا. فَقَالَ: هَذَا جِبْرِيْلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِيْنَهُمْ.
 (أخرجه البخاريّ في : كتاب الايمان، باب سؤالجبريل النّبيّ. عن الايمان والاسلام)
Artinya: Abu Hurairai r.a berkata: pada suatuhari ketika Nabi SAW sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dan ia bertanya, Apakah Iman itu? Nabi menjawab: Iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, berjumpa dengan-Nya, para Rasul-Nya, dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. Lalu laki-laki itu bertanya lagi, Apakah Islam itu? Nabi SAW menjawab: Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukann-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan Shalat, menunaikan zakat yang difardukan dan berpuasa di bulan Ramadhan. Laki-laki itu bertanya lagi, Apakah Ihsan itu? Nabi menjawab: Ihsan ialah menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, kalau kamu tidak mampu melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihatmu. Lalu laki-laki tersebut bertanya lagi. Kapankah datangnya hari kiamat itu? Nabi menjawab: Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari pada yang bertanya, tetapi saya akan memberitakan kepadamu beberapa tanda-tanda akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Dan termasuk dalam lima macam yang tidak dapat mengetahuinya kecuali Allah, yaitu yang tersebut dalam ayat: “sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui hari kiamat, dan Dia pula yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim ibu, dan tiada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, dan tidak seorangpun yang mengetahui di manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui sedalam-dalamnya”. Lalu pergilah orang tersebut. Kemudian Nabi SAW menyuruh sahabat, antarkanlah orang itu. Akan tetapi sahabat tidak melihat bekas orang itu. Maka Nabi SAW bersabda: itu adalah malaikat Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia. (H.R. Bukhori dan Muslim)[1]
            Dalam hadits di atas, ada empat masalah pokok yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu iman, islam, ihsan dan hari kiamat. Seseorang tidaklah cukup hanya dengan menganut islam saja tanpa mengiringinya dengan iman. Begitu pula sebaliknya, iman tanpa islam tidaklah berarti. Akan tetapi iman dan islam juga belumlah cukup, karena harus dibarengi dengan ihsan supaya segala amal ibadahnya mendapat nilai atau berpahala di sisi Allah SWT. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasilnya, yaitu mendapat pahala dari ibadahnya tersebut.
            Di bawah ini akan kami bahas lebih rinci tentang iman, islam, ihsan dan hari kiamat.
1.      Iman
Dalam hadits di atas diterangkan bahwa iman ialah percaya kepada Allah SWT, para Malaikat-Nya, berhadapan dengan Allah, percaya kepada para Rasul-Nya, dan percaya pada hari kebangkitan dari kubur. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah ayat 285:
z`tB#uä ãAqߧ9$# !$yJÎ/ tAÌRé& Ïmøs9Î) `ÏB ¾ÏmÎn/§ tbqãZÏB÷sßJø9$#ur 4 <@ä. z`tB#uä «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur Ÿw ä-ÌhxÿçR šú÷üt/ 7ymr& `ÏiB ¾Ï&Î#ß 4 (#qä9$s%ur $uZ÷èÏJy $oY÷èsÛr&ur ( y7tR#tøÿäî $oY­/u šøs9Î)ur 玍ÅÁyJø9$# ÇËÑÎÈ  

Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
Kami kembali.
            Secara singkat dapat dijelaskan bahwa iman artinya kepercayaan, yang intinya percaya dan mengakui bahwa Allah itu ada dan esa, tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya.[2]
            Di dalam hadits lain disebutkan pula beriman kepada qadha dan qadar Allah, baik yang buruk maupun yang baik. Dengan demikian, jumlah rukun iman menurut sebagian besar ulama adalah berjumlah enam.
اَلإِيمَانُ أَنْتُؤْمِنَ بِاللهِ وَ مَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيَوْمِ الأَخِرِ وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. (رواه مسلم)
Artinya: Keimanan itu ialah engkau akan percaya (beriman) pada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan engkau akan percaya kepada takdir baik dan buruk dari pada-Nya. (H.R. Muslim).[3]
            Keimanan dipandang sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara yakin dan tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam perbuatan sehari-hari, serta adanya pengaruh terhadap pandangan hidup dan cita-citanya.
            Dengan demikian, iman saja tidaklah cukup , tetapi harus disertai dengan berbagai amal saleh agar mendapatkan karunia-Nya sebagai pahala bagi mereka yang menaatinya. Sebaliknya bagi orang yang menyombongkan diri dan enggan beribadah kepada-Nya, ia akan mendapat siksa Allah.
2.      Islam
         Islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan pada masa Rasulullah SAW yang memiliki sumber pokok Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai petunjuk kepada umat manusia sepanjang masa.[4]
         Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difarduhan, dan berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam hadits lain ditambahkan satu rukun lagi, yakni menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
         Islam adalah kepatuhan menjalankan perintah Allah dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati. Hal itu sesuai dengan arti kata islam, yakni penyerahan. Seorang muslim harus menyerahkan dirinya kepada Allah secara total karena memang manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdi kepada-Nya.

3.      Ihsan
         Ihsan secara bahasa adalah berbuat kebaikan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90:
 ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
              Dalam arti khusus ihsan sering disamakan dengan akhlak, yaitu sikap atau tingkah laku yang baik menurut islam. Dan terkadang pula diartikan sebagai suatu kesempurnaan. Adapun ihsan menurut syari’at yaitu yang telah dirumuskan oleh rasulullah dalam hadits di atas, yaitu “menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah maha melihat”.
              Pernyataan “menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya”, mengandung arti bahwa dalam menyembah kepada Allah kita harus bersungguh-sungguh, serius dan penuh keikhlasan serta melebihi sikap seorang rakyat jelata ketika menghadap raja.
              Menurut Imam An-Nawawi, ihsan berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan santun dalam beramal, seakan akan kamu melihat-Nya seperti Dia melihat kamu. Hal itu harus dilakukan bukan karena kamu melihat-Nya, tetapi karena Dia selamanya melihat kamu. Maka beribadahlah dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-Nya.[5]

4.      Hari Kiamat
              Percaya kepada hari kiamat termasuk salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak ada yang tahu kapan waktunya. Bahkan Rasulullah pun tidak mengetahuinya, karena hanya Allah saja yang tahu.

C.   Hadits Tentang Orang Yang Dapat Merasakan Manisnya Iman

عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَ جَدَ حَلَاوَةَ الإِيْمَانِ: أنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّحُ اِلَّا لِلهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُقْذَفَ فِى الْنَّا رِ. (رواه البخاري)                                  
Artinya: Dari Anas r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: tiga hal bila terdapat pada diri seseorang, maka ia mendapatkan manisnya iman, yaitu apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, apabila ia mencintai seseorang hanya karena Allah, dan apabila ia benci untuk kembali ke dalam kekafiran sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam neraka. (HR. Bukhari)[6]

            Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa barang siapa yang ingin merasakan manis/hasil dari iman yang dimiliki seseorang maka ia harus melakukan tiga hal. Yang pertama yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun yang ia miliki, baik itu suami/istri yang ia miliki, anak-anaknya, dan harta benda yang melimpah. Karena kecintaan terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan tidak kekal. Kedua, apabila ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah tanpa ada dorongan rasa nafsu yang menjadi komando pendorong untuk rasa cintanya tersebut. Karena apabila nafsu yang telah menjadi pengemudi rasa cintanya tersebut kepad seseorang, maka yang diperoleh bukanlah rasa cinta yang hasanah, akan tetapi rasa cinta yang berada dalam naungan setan. Ketiga, membenci segala bentuk perbuatan yang dapat membawanya kembali kepada kekafiran. Karena apabila seseorang telah terjerumus ke dalam lembah kekafiran, maka sangatlah sulit untuk melepaskan diri dari blenggu ikatan kekafiran tersebut. Oleh karena itu janganlah sekali-kali mendekatkan diri kita kepada segala sesuatu yang dapat menjerumuskan kepada kekafiran.

D.   Hadits Tentang Maksiat yang Berakibat Berkurangnya Iman dan Islam

حَدِيْثُ أَ بِيْ هُرَيْرَةَ أنَّ الْنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَزْنِيْ الزَّانِى حِيْنَ يَزْنِى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ وَ لَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُهَا وَ هُوَ مُؤْمِنٌ وَ لَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْن يَسْرِقُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ. وَ زَادَ فِى رِوَايَةٍ: وَ لَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةَ ذَا شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصَرَهُمْ فِيْهَا حِيْنَ يَنْتَهِبُهَا وَ هُوَ مُؤْمِنٌ. (رواه البحاري)                                                               
Artinya: Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Nabi SAW bersabda: tidak akan berzina seorang pezina di waktu berzina jika ia sedang beriman. Dan tidak akan minum khamer di waktu minum jika ia sedang beriman. Dan tidak akan mencuri di waktu mencuri jika ia sedang beriman. Dalam riwayat lain: dan tidak akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata kepadanya ketika merampas jika ia sedang beriman. (HR. Bukhari)

            Orang yang beriman kepada Allah SWT akan selalu merasa bahwa segala tingkah lakunya akan selalu diawasi oleh Allah SWT sebagai dzat yang maha mengetahui. Ia memiliki keyakinan bahwa segala amal perbuatannya harus dipertanggung jawabkankelak di hadapan-Nya dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk sekecil apapun perbuatannya.
            Oleh karena itu, orang yang benar-benar beriman pasti selalu berusaha untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya. Ia tidak mungkin berbuat maksiat dengan sengaja kepada-Nya karena ia merasa malu dan takut menghadapi azab-Nya serta takut tidak mendapatkan ridho-Nya.
            Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Allah akan merasa bahwa hidupnya di dunia tidak memiliki beban apa-apa, ia hidup semaunya dan yang penting baginya adalah ia merasa senang dan bahagia.ia tidak memikirkan kehidupan setelah mati kelak karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian, perbuatannya pun tidak terlalu dipusingkan oleh masalah baik ataupun buruk. Dan kalaupun suatu ketika ia melakukan perbuatan baik, itu bukan karena mengharapkan ridho Allah, karena ia tidak percaya kepada-Nya sehingga Allah pun tidak akan memberinya pahala.
            Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering melakukan perbuatan dosa/maksiat, maka dalam keadaan seperti ini ia tetap beriman, hanya saja keimanannya lemah (berkurang). Semakin sering melakukan perbuatan dosa, semakin lemah pula imannya.

E.   Peranan Hadits Tentang Keimanan dalam Kehidupan
1.      Peranan dalam keluarga
Apabila di dalam lingkungan keluarga telah menanamkan nilai-nilai keimanan sebagaimana yang terkandung di dalam berbagai hadits, maka di dalam lingkungan keluarga pun akan terjalin hubungan yang saling kasih mengasihi dan terhindar dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebab apabila keimanan telah tertanam kokoh di dalam diri anggota keluarga, maka mereka pun akan meyakini bahwa segala yang mereka lakukan akan diketahui oleh Allah, dan mereka pun akan malu untuk melakukan tindak kekerasan tersebut.

2.      Peranan di Dalam Lingkungan Masyarakat
Nilai-nilai keimanan yang terkandung dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan iman pastinya juga memiliki nilai manfaat dalam kehidupan masyarakat yang apabila dapat mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam hadits tersebut. Apabila keimanan yang kokoh telah tertanam dalam diri setiap individu di masyarakat, maka tidak akan ada rasa untuk saling bermusuhan, karena di dalam suatu hadits telah dijelaskan;

وَ عَنْهُ اَيْضًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِ هِ وَوَلَدِهِ وَ الْنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ. (رواه البخا ري)                                                                                       
Artinya: Dari Anas bin Malik r.a, Nabi SAW bersabda: tidak sempurna iman seseorang diantaramu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. (HR.Bukhari).
Dengan demikian, apabila seseorang ingin dikatakan imannya sempurna, maka ia harus mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Sehingga tidak akanlah timbul sikap saling bermusuh-musuhan apalagi sampai pertumpahan darah antar sesama muslim.
3.      Peranan di Dalam Pergaulan
Apabila para remaja muslim telah benar-benar menanamkan keimanan yang kokoh dalam dirinya, maka ia akan dapat menghindari dari perbuatan-perbuatan maksiat seperti berzina, mencuri dan minum khamer. Karena hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits di atas, yang mana apabila seseorang yang sedang beriman maka ia tidak akan berzina, mencuri dan minum khamer. Karena apabila seseorang telah melakukan perbuatan maksiat tersebut, maka kadar keimanan seseorang tersebut akan semakin berkurang. Selain itu pula, nilai positif yang dapat diperoleh dari hadits keimanan tersebut yaitu para remaja akan terhindar dari hal-hal yang negatif seperti pergaulan bebas dan sex bebas, karena ia merasa ada yang selalu mengawasi yaitu Allah SWT.
4.      Peranan di dalam Bidang Hukum dan Politik
Apabila nilai-nilai keimanan yang terkandung di dalam hadits-hadits tersebut dapat dipelajari oleh para hakim pengadilan dan para politikus di dunia politik, pastinya saja mereka tidak akan membolak-balikkan sebuah fakta dan kebohongan yang ada, serta tidak akan menebarkan janji-janji palsu saja. Karena mereka telah mengetahui apa yang baik dan buruk bagi orang yang beriman. Tidak seperti keadaan sekarang ini yang sangat banyak sekali para hakim yang mulutnya dapat di suap dengan rupiah, para pejabat yang tidak mementingkan kepentingan rakyatnya, melainkan mementingkan kebutuhan perutnya sendiri. Oleh karena itu sangatlah perlu sekali bagi para hakim dan pejabat untuk selalu belajar hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan, agar keimanan yang mereka punya adalah benar-benar keimanan yang kokoh.

F.    Kesimpulan
            Setelah mempelajari hadits di atas, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan, yaitu bahwa ada empat masalah pokok yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu iman, islam, ihsan dan hari kiamat. Seseorang tidaklah cukup hanya dengan menganut islam saja tanpa mengiringinya dengan iman. Begitu pula sebaliknya, iman tanpa islam tidaklah berarti. Akan tetapi iman dan islam juga belumlah cukup, karena harus dibarengi dengan ihsan supaya segala amal ibadahnya mendapat nilai atau berpahala di sisi Allah SWT. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasilnya, yaitu mendapat pahala dari ibadahnya tersebut serta dapat merasakan manisnya iman yang ia miliki di hari akhirat kelak.
            Keimanan juga dapat berperan di dalam berbagai lingkungan dan bidang kehidupan manusia. Diantaranya di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah dan prgaulan serta di dalam bidang hukum dan politik. Karena apabila nilai-nilai keimanan tersebut telah tertanam dengan kokoh di dalam diri seseorang, maka segala tindakannya pun akan mencerminkan segala sesuatu yang baik yang terpancar dari keimanan yang kokoh tersebut.



[1] .  Sohari dan Djalil Afif, Hadis Tematik, (Jakarta; Diadit Media, 2006), h. 17 – 18.
                [2] .  Rachmat Syafe’i, Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), (Bandung; Pustaka Setia, 2000), h. 16.
                [3] .  Hussein Bahreisj, Hadits Shahih Al-Jamius Shahih Bukhari-Muslim, (Surabaya; Karya Utama, 2000), h. 1.
[4] .  Rachmat Syafe’i, op.cit., h. 18 – 19.
[5] .  Ibid., h. 22
[6] .  Achmad Sunarto, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta; Annur Press, 2005), h. 5.





DAFTAR PUSTAKA


Bahreisj, Hussein. 2000. Hadits Shahih Al-Jami’us Shahih Bukhari-Muslim. Surabaya: Karya Utama.

Sohari, Dkk. 2006. Hadis Tematik. Jakarta: Diadit Media.

Sunarto, Achmad. 2005. Himpunan Hadits Shahih Bukhari. Jakarta: Annur Press.

Syafe’i, Rachmat. 2000. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum. Bandung:   Pustaka setia.