HADITS TENTANG
KEIMANAN
MAKALAH
“Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas
pada mata kuliah
Hadits
II Jurusan PAI-A Semester IV”
Disusun Oleh : Muhammad Yusuf (102100930)
Jurusan : PAI-A
Semester : IV
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ADAB
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
“SULTAN
MAULANA HASANUDDIN” BANTEN
TAHUN
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang
telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyusun tugas penulisan makalah ini tanpa adanya suatu halangan yang sangat
berarti.
Shalawat teriring salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada
Rasul pilihan Allah, yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari
zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan
makalah ini pastinya masih banyak terjadinya kekurangan dan kesalahan. Oleh
karenanya, Kami sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari para pembaca
umumnya, dan dari dosen yang bersangkutan khususnya, agar dalam pembuatan
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya, Kami ucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca yang
telah berkenan membaca dan menelaah hasil tulisan ini. Semoga apa yang tertulis
di dalam makalah ini dapat bermanfaat dalam kehidupan kita.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................
i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
ii
A. Pendahuluan...................................................................................................
1
B. Hadits Tentang Hubungan Iman, Islam, Ihsan
dan Hari Kiamat ............ 3
C. Hadits
Tentang Orang Yang Dapat Merasakan Manisnya Iman ............ 7
D. Hadits Tentang Maksiat
yang Berakibat Berkurangnya Iman dan Islam................................................................................................................
8
E. Peranan Hadits Tentang Keimanan dalam
Kehidupan ............................ 9
F. Kesimpulan
...................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA
HADITS TENTANG KEIMANAN
A. Pendahuluan
Secara istilah, Islam ialah suatu ajaran yang mengharuskan manusia
tunduk kepada wahyu Allah SWT yang diturunkan melalui para Nabi, terutama Nabi
Muhammad SAW, dan Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang dijadikan sebagai petunjuk. Al-Qur’an pula telah menjelaskan secara
gamblang bahwa para Nabi Allah membawa agama islam bagi umatnya (Al-Baqoroh:
136).
(#þqä9qè%
$¨YtB#uä
«!$$Î/
!$tBur
tAÌRé&
$uZøs9Î)
!$tBur
tAÌRé&
#n<Î)
zO¿Ïdºtö/Î)
@Ïè»oÿôÎ)ur
t,»ysóÎ)ur
z>qà)÷ètur
ÅÞ$t6óF{$#ur
!$tBur
uÎAré&
4ÓyqãB
4Ó|¤Ïãur
!$tBur
uÎAré&
cqÎ;¨Y9$#
`ÏB
óOÎgÎn/§
w
ä-ÌhxÿçR
tû÷üt/
7tnr&
óOßg÷YÏiB
ß`øtwUur
¼çms9
tbqãKÎ=ó¡ãB
ÇÊÌÏÈ
Artinya: Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman
kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan
kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya.
Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya".
Agama
islam pula merupakan agama yang menghendaki Iman kepada Tuhan pemberi wahyu
yaitu Allah, kepada para Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab kumpulan wahyu,
kepada para Rasul penerima wahyu, kepada hari akhir dan kepada ketetapan takdir
yang telah Allah tetapkan.
Keimanan sering
disalah pahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan
usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana
pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan
tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang
didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Adapun sikap
'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh
serta visi konsep kehidupan yang dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam
konteks sesuatu yang ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat
orang yang beriman dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan
para pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang
dalam Qur'an disebut dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi buruk yang
diamsalkan dengan 'neraka'. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut
serta dalam misi penegakkan Din Islam.
Implementasi dari
sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat
menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam
disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain
adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah
dll. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh
atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang
berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia
menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan manusia
yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran.
Perkataan iman
yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya
dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu
membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang
beriman." Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman
memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu
keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya,
disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga
disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga
pandangan dan sikap hidup.
B. Hadits Tentang Hubungan
Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat
حَدِيْثُ ﺃَبِيْ هُرَيْرَةَ
قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِيْزًا يَوْمًا
لِلنَّاسِ فَاَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا الاِيمَانُ؟ قَالَ: الاِمَانُ أَنْ
تُؤْمِيْنَ بِااللهِ و مَلَائكَتِهِ وَبِلَقَائِهِ وَبِرُسُلِهِ وَتُؤمِنَ
بِالْبَعْثِ. قَالَ: مَا الْاِسْلَامُ؟ قَالَ: أَلْاِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ
وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ تُقِيْمَ الْصَّلاَةَ تُؤَدِّيَ الْزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ. قَالَ: مَا الْاِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ
كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: مَتَى
الْسَّاعَةُ؟ مَالاَ مَسْؤُلُ عَنْهاَ بِاَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. وَسَأُخْبِرُكَ
عَنْ أَشِرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتِ الآَمَةُ رَبَّهَا. وَ اِذَا تَطَاوَلً رُعَاةُ
الإِبِلِ الْبُهْمُ فِى الْبُنيَانِ. وَفِى خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إلَّااللهُ
ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ عِنْدَ هُ
عِلْمُ السَّاعَةِ-أَلأَيَة، ثُمَّ اَدْبَرَ. فَقَالَ: رُدُّوهُ. فَلَمْ يَرَوْ
شَيْئًا. فَقَالَ: هَذَا جِبْرِيْلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِيْنَهُمْ.
(أخرجه البخاريّ في : كتاب الايمان، باب
سؤالجبريل النّبيّ. عن الايمان والاسلام)
Artinya: Abu Hurairai
r.a berkata: pada suatuhari ketika Nabi SAW sedang duduk bersama sahabat,
tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dan ia bertanya, Apakah Iman itu? Nabi
menjawab: Iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, berjumpa
dengan-Nya, para Rasul-Nya, dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. Lalu
laki-laki itu bertanya lagi, Apakah Islam itu? Nabi SAW menjawab: Islam ialah
menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukann-Nya dengan sesuatu apapun,
mendirikan Shalat, menunaikan zakat yang difardukan dan berpuasa di bulan
Ramadhan. Laki-laki itu bertanya lagi, Apakah Ihsan itu? Nabi menjawab: Ihsan
ialah menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, kalau kamu tidak
mampu melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihatmu. Lalu laki-laki tersebut
bertanya lagi. Kapankah datangnya hari kiamat itu? Nabi menjawab: Orang yang
ditanya tidak lebih mengetahui dari pada yang bertanya, tetapi saya akan
memberitakan kepadamu beberapa tanda-tanda akan tibanya hari kiamat, yaitu jika
budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak
lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Dan termasuk dalam lima
macam yang tidak dapat mengetahuinya kecuali Allah, yaitu yang tersebut dalam
ayat: “sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui hari
kiamat, dan Dia pula yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam
rahim ibu, dan tiada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok
hari, dan tidak seorangpun yang mengetahui di manakah ia akan mati.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui sedalam-dalamnya”. Lalu pergilah orang
tersebut. Kemudian Nabi SAW menyuruh sahabat, antarkanlah orang itu. Akan
tetapi sahabat tidak melihat bekas orang itu. Maka Nabi SAW bersabda: itu
adalah malaikat Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.
(H.R. Bukhori dan Muslim)[1]
Dalam hadits di
atas, ada empat masalah pokok yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu iman,
islam, ihsan dan hari kiamat. Seseorang tidaklah cukup hanya dengan menganut
islam saja tanpa mengiringinya dengan iman. Begitu pula sebaliknya, iman tanpa
islam tidaklah berarti. Akan tetapi iman dan islam juga belumlah cukup, karena
harus dibarengi dengan ihsan supaya segala amal ibadahnya mendapat nilai atau
berpahala di sisi Allah SWT. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasilnya,
yaitu mendapat pahala dari ibadahnya tersebut.
Di bawah ini akan
kami bahas lebih rinci tentang iman, islam, ihsan dan hari kiamat.
1.
Iman
Dalam hadits di
atas diterangkan bahwa iman ialah percaya kepada Allah SWT, para Malaikat-Nya,
berhadapan dengan Allah, percaya kepada para Rasul-Nya, dan percaya pada hari
kebangkitan dari kubur. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah
ayat 285:
z`tB#uä
ãAqߧ9$#
!$yJÎ/
tAÌRé&
Ïmøs9Î)
`ÏB
¾ÏmÎn/§
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur
4
<@ä.
z`tB#uä
«!$$Î/
¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur
¾ÏmÎ7çFä.ur
¾Ï&Î#ßâur
w
ä-ÌhxÿçR
ú÷üt/
7ymr&
`ÏiB
¾Ï&Î#ß
4
(#qä9$s%ur
$uZ÷èÏJy
$oY÷èsÛr&ur
(
y7tR#tøÿäî
$oY/u
øs9Î)ur
çÅÁyJø9$#
ÇËÑÎÈ
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa):
"Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
Kami
kembali.
Secara singkat
dapat dijelaskan bahwa iman artinya kepercayaan, yang intinya percaya dan
mengakui bahwa Allah itu ada dan esa, tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad utusan-Nya.[2]
Di dalam hadits
lain disebutkan pula beriman kepada qadha dan qadar Allah, baik yang buruk
maupun yang baik. Dengan demikian, jumlah rukun iman menurut sebagian besar
ulama adalah berjumlah enam.
اَلإِيمَانُ
أَنْتُؤْمِنَ بِاللهِ وَ مَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيَوْمِ
الأَخِرِ وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. (رواه مسلم)
Artinya: Keimanan itu ialah engkau akan percaya (beriman) pada
Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan
engkau akan percaya kepada takdir baik dan buruk dari pada-Nya. (H.R. Muslim).[3]
Keimanan dipandang
sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara
yakin dan tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam perbuatan
sehari-hari, serta adanya pengaruh terhadap pandangan hidup dan cita-citanya.
Dengan demikian,
iman saja tidaklah cukup , tetapi harus disertai dengan berbagai amal saleh
agar mendapatkan karunia-Nya sebagai pahala bagi mereka yang menaatinya.
Sebaliknya bagi orang yang menyombongkan diri dan enggan beribadah kepada-Nya,
ia akan mendapat siksa Allah.
2.
Islam
Islam adalah agama yang dibawa oleh
para utusan Allah dan disempurnakan pada masa Rasulullah SAW yang memiliki
sumber pokok Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai petunjuk kepada umat
manusia sepanjang masa.[4]
Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa
islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difarduhan, dan berpuasa di
bulan Ramadhan. Dalam hadits lain ditambahkan satu rukun lagi, yakni menunaikan
ibadah haji bagi yang mampu.
Islam adalah kepatuhan menjalankan
perintah Allah dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati. Hal itu sesuai
dengan arti kata islam, yakni penyerahan. Seorang muslim harus menyerahkan
dirinya kepada Allah secara total karena memang manusia diciptakan oleh Allah
untuk mengabdi kepada-Nya.
3.
Ihsan
Ihsan secara bahasa adalah berbuat
kebaikan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90:
¨bÎ)
©!$#
ããBù't
ÉAôyèø9$$Î/
Ç`»|¡ômM}$#ur
Ç!$tGÎ)ur
Ï
4n1öà)ø9$#
4sS÷Ztur
Ç`tã
Ïä!$t±ósxÿø9$#
Ìx6YßJø9$#ur
ÄÓøöt7ø9$#ur
4
öNä3ÝàÏèt
öNà6¯=yès9
crã©.xs?
ÇÒÉÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Dalam arti khusus ihsan sering
disamakan dengan akhlak, yaitu sikap atau tingkah laku yang baik menurut islam.
Dan terkadang pula diartikan sebagai suatu kesempurnaan. Adapun ihsan menurut
syari’at yaitu yang telah dirumuskan oleh rasulullah dalam hadits di atas,
yaitu “menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau
tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah maha melihat”.
Pernyataan “menyembah kepada
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya”, mengandung arti bahwa dalam menyembah
kepada Allah kita harus bersungguh-sungguh, serius dan penuh keikhlasan serta
melebihi sikap seorang rakyat jelata ketika menghadap raja.
Menurut Imam An-Nawawi, ihsan
berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan santun dalam beramal, seakan akan
kamu melihat-Nya seperti Dia melihat kamu. Hal itu harus dilakukan bukan karena
kamu melihat-Nya, tetapi karena Dia selamanya melihat kamu. Maka beribadahlah
dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-Nya.[5]
4.
Hari
Kiamat
Percaya kepada hari kiamat termasuk
salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh semua orang yang beriman
meskipun tidak ada yang tahu kapan waktunya. Bahkan Rasulullah pun tidak
mengetahuinya, karena hanya Allah saja yang tahu.
C. Hadits Tentang Orang Yang
Dapat Merasakan Manisnya Iman
عَنْ
اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ
كُنَّ فِيْهِ وَ جَدَ حَلَاوَةَ الإِيْمَانِ: أنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ
اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّحُ
اِلَّا لِلهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ
يُقْذَفَ فِى الْنَّا رِ. (رواه البخاري)
Artinya: Dari Anas r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: tiga hal
bila terdapat pada diri seseorang, maka ia mendapatkan manisnya iman, yaitu
apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, apabila ia
mencintai seseorang hanya karena Allah, dan apabila ia benci untuk kembali ke
dalam kekafiran sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam neraka. (HR.
Bukhari)[6]
Di dalam hadits
ini dijelaskan bahwa barang siapa yang ingin merasakan manis/hasil dari iman
yang dimiliki seseorang maka ia harus melakukan tiga hal. Yang pertama yaitu
mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun yang ia miliki, baik itu suami/istri
yang ia miliki, anak-anaknya, dan harta benda yang melimpah. Karena kecintaan
terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan
tidak kekal. Kedua, apabila ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah
tanpa ada dorongan rasa nafsu yang menjadi komando pendorong untuk rasa
cintanya tersebut. Karena apabila nafsu yang telah menjadi pengemudi rasa
cintanya tersebut kepad seseorang, maka yang diperoleh bukanlah rasa cinta yang
hasanah, akan tetapi rasa cinta yang berada dalam naungan setan. Ketiga,
membenci segala bentuk perbuatan yang dapat membawanya kembali kepada
kekafiran. Karena apabila seseorang telah terjerumus ke dalam lembah kekafiran,
maka sangatlah sulit untuk melepaskan diri dari blenggu ikatan kekafiran tersebut.
Oleh karena itu janganlah sekali-kali mendekatkan diri kita kepada segala
sesuatu yang dapat menjerumuskan kepada kekafiran.
D. Hadits Tentang Maksiat
yang Berakibat Berkurangnya Iman dan Islam
حَدِيْثُ
أَ بِيْ هُرَيْرَةَ أنَّ الْنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا
يَزْنِيْ الزَّانِى حِيْنَ يَزْنِى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ وَ لَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ
حِيْنَ يَشْرَبُهَا وَ هُوَ مُؤْمِنٌ وَ لَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْن يَسْرِقُ
وَ هُوَ مُؤْمِنٌ. وَ زَادَ فِى رِوَايَةٍ: وَ لَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةَ ذَا شَرَفٍ
يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصَرَهُمْ فِيْهَا حِيْنَ يَنْتَهِبُهَا وَ هُوَ
مُؤْمِنٌ. (رواه البحاري)
Artinya: Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Nabi SAW bersabda: tidak
akan berzina seorang pezina di waktu berzina jika ia sedang beriman. Dan tidak
akan minum khamer di waktu minum jika ia sedang beriman. Dan tidak akan mencuri
di waktu mencuri jika ia sedang beriman. Dalam riwayat lain: dan tidak akan
merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata
kepadanya ketika merampas jika ia sedang beriman. (HR. Bukhari)
Orang yang beriman
kepada Allah SWT akan selalu merasa bahwa segala tingkah lakunya akan selalu
diawasi oleh Allah SWT sebagai dzat yang maha mengetahui. Ia memiliki keyakinan
bahwa segala amal perbuatannya harus dipertanggung jawabkankelak di hadapan-Nya
dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk
sekecil apapun perbuatannya.
Oleh karena itu,
orang yang benar-benar beriman pasti selalu berusaha untuk mengerjakan
perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya. Ia tidak mungkin
berbuat maksiat dengan sengaja kepada-Nya karena ia merasa malu dan takut menghadapi
azab-Nya serta takut tidak mendapatkan ridho-Nya.
Sebaliknya, orang
yang tidak beriman kepada Allah akan merasa bahwa hidupnya di dunia tidak
memiliki beban apa-apa, ia hidup semaunya dan yang penting baginya adalah ia
merasa senang dan bahagia.ia tidak memikirkan kehidupan setelah mati kelak
karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian, perbuatannya pun tidak terlalu
dipusingkan oleh masalah baik ataupun buruk. Dan kalaupun suatu ketika ia
melakukan perbuatan baik, itu bukan karena mengharapkan ridho Allah, karena ia
tidak percaya kepada-Nya sehingga Allah pun tidak akan memberinya pahala.
Adapun bagi mereka
yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering melakukan perbuatan
dosa/maksiat, maka dalam keadaan seperti ini ia tetap beriman, hanya saja
keimanannya lemah (berkurang). Semakin sering melakukan perbuatan dosa, semakin
lemah pula imannya.
E. Peranan Hadits Tentang Keimanan
dalam Kehidupan
1.
Peranan
dalam keluarga
Apabila di
dalam lingkungan keluarga telah menanamkan nilai-nilai keimanan sebagaimana
yang terkandung di dalam berbagai hadits, maka di dalam lingkungan keluarga pun
akan terjalin hubungan yang saling kasih mengasihi dan terhindar dari tindakan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebab apabila keimanan telah tertanam
kokoh di dalam diri anggota keluarga, maka mereka pun akan meyakini bahwa
segala yang mereka lakukan akan diketahui oleh Allah, dan mereka pun akan malu
untuk melakukan tindak kekerasan tersebut.
2.
Peranan
di Dalam Lingkungan Masyarakat
Nilai-nilai
keimanan yang terkandung dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan iman
pastinya juga memiliki nilai manfaat dalam kehidupan masyarakat yang apabila
dapat mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam hadits tersebut. Apabila
keimanan yang kokoh telah tertanam dalam diri setiap individu di masyarakat,
maka tidak akan ada rasa untuk saling bermusuhan, karena di dalam suatu hadits
telah dijelaskan;
وَ عَنْهُ اَيْضًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ : قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى
اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِ هِ وَوَلَدِهِ وَ الْنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ.
(رواه البخا ري)
Artinya: Dari Anas bin Malik r.a, Nabi SAW bersabda: tidak sempurna
iman seseorang diantaramu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. (HR.Bukhari).
Dengan demikian, apabila seseorang ingin dikatakan imannya sempurna,
maka ia harus mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Sehingga tidak akanlah timbul sikap saling bermusuh-musuhan apalagi sampai
pertumpahan darah antar sesama muslim.
3.
Peranan
di Dalam Pergaulan
Apabila para remaja muslim telah benar-benar menanamkan keimanan
yang kokoh dalam dirinya, maka ia akan dapat menghindari dari
perbuatan-perbuatan maksiat seperti berzina, mencuri dan minum khamer. Karena
hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits di atas, yang mana apabila
seseorang yang sedang beriman maka ia tidak akan berzina, mencuri dan minum
khamer. Karena apabila seseorang telah melakukan perbuatan maksiat tersebut,
maka kadar keimanan seseorang tersebut akan semakin berkurang. Selain itu pula,
nilai positif yang dapat diperoleh dari hadits keimanan tersebut yaitu para
remaja akan terhindar dari hal-hal yang negatif seperti pergaulan bebas dan sex
bebas, karena ia merasa ada yang selalu mengawasi yaitu Allah SWT.
4.
Peranan
di dalam Bidang Hukum dan Politik
Apabila nilai-nilai keimanan yang terkandung di dalam hadits-hadits
tersebut dapat dipelajari oleh para hakim pengadilan dan para politikus di
dunia politik, pastinya saja mereka tidak akan membolak-balikkan sebuah fakta
dan kebohongan yang ada, serta tidak akan menebarkan janji-janji palsu saja.
Karena mereka telah mengetahui apa yang baik dan buruk bagi orang yang beriman.
Tidak seperti keadaan sekarang ini yang sangat banyak sekali para hakim yang
mulutnya dapat di suap dengan rupiah, para pejabat yang tidak mementingkan
kepentingan rakyatnya, melainkan mementingkan kebutuhan perutnya sendiri. Oleh
karena itu sangatlah perlu sekali bagi para hakim dan pejabat untuk selalu
belajar hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan, agar keimanan yang mereka
punya adalah benar-benar keimanan yang kokoh.
F. Kesimpulan
Setelah
mempelajari hadits di atas, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan, yaitu
bahwa ada empat masalah pokok yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu iman,
islam, ihsan dan hari kiamat. Seseorang tidaklah cukup hanya dengan menganut
islam saja tanpa mengiringinya dengan iman. Begitu pula sebaliknya, iman tanpa
islam tidaklah berarti. Akan tetapi iman dan islam juga belumlah cukup, karena
harus dibarengi dengan ihsan supaya segala amal ibadahnya mendapat nilai atau
berpahala di sisi Allah SWT. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasilnya,
yaitu mendapat pahala dari ibadahnya tersebut serta dapat merasakan manisnya
iman yang ia miliki di hari akhirat kelak.
Keimanan juga
dapat berperan di dalam berbagai lingkungan dan bidang kehidupan manusia.
Diantaranya di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah dan prgaulan
serta di dalam bidang hukum dan politik. Karena apabila nilai-nilai keimanan
tersebut telah tertanam dengan kokoh di dalam diri seseorang, maka segala
tindakannya pun akan mencerminkan segala sesuatu yang baik yang terpancar dari
keimanan yang kokoh tersebut.
[1] . Sohari dan Djalil Afif, Hadis Tematik,
(Jakarta; Diadit Media, 2006), h. 17 – 18.
[4] . Rachmat Syafe’i, op.cit., h. 18 – 19.
[5] . Ibid., h. 22
[6] . Achmad Sunarto, Himpunan Hadits Shahih
Bukhari, (Jakarta; Annur Press, 2005), h. 5.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahreisj, Hussein. 2000. Hadits Shahih Al-Jami’us Shahih
Bukhari-Muslim. Surabaya:
Karya Utama.
Sohari, Dkk. 2006. Hadis Tematik. Jakarta: Diadit Media.
Sunarto, Achmad. 2005. Himpunan Hadits Shahih Bukhari.
Jakarta: Annur Press.