Selasa, 13 Desember 2011

Ciri - Ciri Belajar Mengajar Terpadu

Ciri – Ciri Belajar Mengajar Terpadu

A.    Pengertian Belajar Mengajar
1.      Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata -  mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta – fakta yang tersaji dalam bentuk informasi /materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajrkan oleh guru.[1]
Morgan, dalam buku Introduction to phsychology ( 1978 ) menegmukakan: “ Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”[2] Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman; dalam arti perubahan –perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan –perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.[3]
Dari pengertian diatas maka pengertian belajar dapat dsempurnakan menjadi: “ belajr adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.( Learning is defined as the modification or streng thening of behavior through experiencing )[4]. Dapat disimpulkan pula belajar merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tapi mengalami, maka kita dapat mengambil sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “ pengalaman adalah guru yang paling baik”.
2.      Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material,fasilitas,perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membealajarkan peserta didik.[5]
Sama halnya dengan belajar,mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses,yaitu proses mengatur,mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. ( Nana Sudjana,1991,29)[6]
B.     Ciri – Ciri Belajar Mengajar
Berdasarkan pengertian di atas, maka pada hakikatnya “ Belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamanya yang berulang –ulang,dan perubahan tingkah laku tersebut tak dapat dijelaskan atasa dasar kecenderungan – kecenderungan respon bawaan, kematangan tau keadaan temporer dari subyek ( misalnya keletihan, dan sebagainya )” ( Hilgard dan Gordon,1975,h.17)[7]
Dengan kata lain maka belajar mempunyai berbagai macam ciri-ciri antara lain :
1.      Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaina tingkah laku matang melalui secara wajar tanpa adanya pengaruh dan latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah bverkat kematangan ( maturation ) dan bukan karena belajar. Bila prosedur latihan ( training ) tidak secara cepat mengubah tingkah laku, maka berarti prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan perubahan –perubahan tak dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Memang banyak perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak sedikit perubahan tingkah yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan dan belajar, yang berlangsung dalam proses yang rumit. Misalnya, anak mengalami kematangan untuk berbicara kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat disekitarnya, maka dia dapat berbicara tepat pada waktunya.[8]
2.      Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik dan mental karena melakukan suatu perbuatan berulangkali yang mengakibatkan badan menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang gizi juga dapat menyebabkan tingkah laku berubah, atau karena mengalami kecelakaan tetapi hal ini tak dapat dinyatakan sebagai hasil perbuatan belajar.
3.      Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan ( practice ) dan pengalaman ( experirnce ). Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetapdan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa perilaku ( performance ) yang nyata dan dapat diamati. Misalnya seseroang bukan hanya mengetahui perbuatan itu sendir secara nyata. Jadi istilah menetap dalam hal ini, bahwa perilaku itu dikuasai secara menetap. Kemantapan ini berkat latihan dan pengalaman.[9]   
4.      Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
5.      Ada suatu prosedur ( jalannya interaksi ) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur,atau langkah – langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh, misalnya tujuan pembelajran agar nak didik dapat menunjukan letak kota NewYork tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik disuruh membaca dalam hati;dan begitu seterusnya.
6.      Kegiatan belajar meengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen – komponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
7.      Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar,kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
8.      Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannannya sebagai pembimbing,guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar sehingga guru akan merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru ( akan lebih baik bersama anak didik ) sebagai desaigner akan memimpin terjadinya interaksi.
9.      Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan didiplin. Disiplin dalam kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah –langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
10.  Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas ( kelompok anak didik ), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu kapam tujuan itu sudah harus tercapai.
11.  Evaluasi. Dari seluruh kegiatan diatas, masalah evaluasi bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.[10]      


Kesimpulan

Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau obyek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran.
Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik. Untuk itu untuk mewujudkan hal tersebut maka harus adanya sinkronisai fungsi dan tugas dalam jegiatan belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama maka hal –hal tersebut harus dapat dijalankan secara bersama – sama antara peserta didik dan pendidik
 
















DAFTAR PUSTAKA

Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Rineka
Hamalik,Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Purwanto,M.Ngalim. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT.Rosda Karya
Syah,Muhibbin.2001.Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT. Logos



[1] Muhibbin Syah,Psikologi Belajar,( Jakarta : PT.Logos,2001 ) hal 59-60
[2] M.Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2002 ) hal 84  
[3] Ibid hal 85
[4] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Bumi Aksara,1995 ) hal 36
[5] Ibid hal 57
[6] Syaiful Bahri Djamarah,Strategi Belajar Mengajar,( Jakarta : PT.Rineka Cipta;2002 ) hal 45
[7] Op Cit hal 48
[8] Ibid hal 49
[9] Ibid hal 50
[10] Op Cit hal 45 -46


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar