Ciri – Ciri Belajar Mengajar Terpadu
A. Pengertian Belajar Mengajar
1. Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan bahwa
belajar adalah semata - mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta – fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi /materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan
segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara
lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang
diajrkan oleh guru.[1]
Morgan, dalam buku Introduction to phsychology
( 1978 ) menegmukakan: “ Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
dari latihan atau pengalaman.”[2]
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman;
dalam arti perubahan –perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau
kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan –perubahan
yang terjadi pada diri seorang bayi.[3]
Dari pengertian
diatas maka pengertian belajar dapat dsempurnakan menjadi: “ belajr adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.( Learning is defined
as the modification or streng thening of behavior through experiencing )[4].
Dapat disimpulkan pula belajar merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil
atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tapi mengalami, maka kita dapat
mengambil sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “ pengalaman adalah guru yang
paling baik”.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi,
material,fasilitas,perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai
tujuan pembelajaran. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau
di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai
komponen yang saling berkaitan, untuk membealajarkan peserta didik.[5]
Sama halnya dengan belajar,mengajar
pun pada hakikatnya adalah suatu proses,yaitu proses mengatur,mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar
adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan
proses belajar. ( Nana Sudjana,1991,29)[6]
B. Ciri – Ciri Belajar Mengajar
Berdasarkan pengertian di atas,
maka pada hakikatnya “ Belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si
subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamanya yang berulang –ulang,dan
perubahan tingkah laku tersebut tak dapat dijelaskan atasa dasar kecenderungan
– kecenderungan respon bawaan, kematangan tau keadaan temporer dari subyek (
misalnya keletihan, dan sebagainya )” ( Hilgard dan Gordon,1975,h.17)[7]
Dengan kata lain maka belajar
mempunyai berbagai macam ciri-ciri antara lain :
1.
Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan adalah
saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaina tingkah laku
matang melalui secara wajar tanpa adanya pengaruh dan latihan, maka dikatakan
bahwa perkembangan itu adalah bverkat kematangan ( maturation ) dan bukan
karena belajar. Bila prosedur latihan ( training ) tidak secara cepat mengubah
tingkah laku, maka berarti prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan
perubahan –perubahan tak dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Memang banyak
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak
sedikit perubahan tingkah yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan dan
belajar, yang berlangsung dalam proses yang rumit. Misalnya, anak mengalami
kematangan untuk berbicara kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat
disekitarnya, maka dia dapat berbicara tepat pada waktunya.[8]
2.
Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental
Perubahan tingkah
laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik dan
mental karena melakukan suatu perbuatan berulangkali yang mengakibatkan badan
menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang gizi juga dapat menyebabkan tingkah laku
berubah, atau karena mengalami kecelakaan tetapi hal ini tak dapat dinyatakan
sebagai hasil perbuatan belajar.
3.
Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam
bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan (
practice ) dan pengalaman ( experirnce ). Tingkah laku yang dihasilkan bersifat
menetapdan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa
perilaku ( performance ) yang nyata dan dapat diamati. Misalnya seseroang bukan
hanya mengetahui perbuatan itu sendir secara nyata. Jadi istilah menetap dalam
hal ini, bahwa perilaku itu dikuasai secara menetap. Kemantapan ini berkat
latihan dan pengalaman.[9]
4. Belajar mengajar memiliki tujuan,
yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang
dimaksud kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan
anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur lainnya
sebagai pengantar dan pendukung.
5. Ada suatu prosedur ( jalannya
interaksi ) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan
interaksi perlu ada prosedur,atau langkah – langkah sistematik dan relevan.
Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin
akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh,
misalnya tujuan pembelajran agar nak didik dapat menunjukan letak kota NewYork
tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik disuruh membaca dalam hati;dan
begitu seterusnya.
6. Kegiatan belajar meengajar ditandai dengan
satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain
sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam
hal ini perlu memperhatikan komponen – komponen yang lain, apalagi komponen
anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan
sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
7. Ditandai dengan aktivitas anak didik.
Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini,
baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep
CBSA. Jadi tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar,kalau anak
didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus
melakukannya.
8. Dalam kegiatan belajar mengajar guru
berperan sebagai pembimbing. Dalam perannannya sebagai pembimbing,guru harus
berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi
yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses
belajar mengajar sehingga guru akan merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru
tingkah lakunya oleh anak didik. Guru ( akan lebih baik bersama anak didik )
sebagai desaigner akan memimpin terjadinya interaksi.
9. Dalam kegiatan belajar mengajar
membutuhkan didiplin. Disiplin dalam kegiatan belajar mengajar ini diartikan
sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan
yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme
konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari
pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah –langkah yang dilaksanakan sesuai dengan
prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
10. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam
sistem berkelas ( kelompok anak didik ), batas waktu menjadi salah satu ciri
yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu kapam
tujuan itu sudah harus tercapai.
11. Evaluasi. Dari seluruh kegiatan diatas, masalah evaluasi bagian
penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
pengajaran yang telah ditentukan.[10]
Kesimpulan
Mengajar pasti merupakan
kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak
ada anak didik atau obyek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru
sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena
itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di
dalam konsep pengajaran.
Guru yang mengajar dan anak
didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara
guru dan anak didik. Untuk itu untuk mewujudkan hal tersebut maka harus adanya
sinkronisai fungsi dan tugas dalam jegiatan belajar mengajar. Untuk mencapai
tujuan yang diharapkan bersama maka hal –hal tersebut harus dapat dijalankan
secara bersama – sama antara peserta didik dan pendidik
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta. PT. Rineka
Hamalik,Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta : Bumi Aksara
Purwanto,M.Ngalim. 2002. Psikologi Pendidikan.
Bandung. PT.Rosda Karya
Syah,Muhibbin.2001.Psikologi Pembelajaran. Jakarta
: PT. Logos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar