BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Socrates dilahirkan di Athena pada tahun 470 S.M. Socrates dikenal
sebagai orang yang berbudi luhur mempunyai kearifan dan kebijaksanaan.
Namun ia tidak pernah mengaku mempunyai kearifan dan kebijaksanaan,
ia hanya mengaku sebagai penggemar kearifan atau amateur kebijaksanaan, bukan
professional dan mengambil untuk kebendaan dari apa yang ia gemari seperti kaum
sofis pada zamannya.
Konon dewa yang berada di tempat peribadatan bagi orang Yunani di
Delphi menyatakan dengan cara luar biasa bahwa ia adalah orang yang arif di
negeri Yunani, ia menafsirkan bisikan itu sebagai persetujuan atas cara
acnoticism yang menjadi titik tolak di filsafatnya : “ one thing only I
know, and that is I know nothing “.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Socrates itu ?
2. Bagaimana kerangka berfikirnya Socrates ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI SOCRATES
Socrates dilahirkan di Athena ( 470 S.M – 399 S.M ). Dia bukan
keturunan bangsawan atau orang berkedudukan tinggi. Melainkan anak dari seorang
pemahat bernama Sophroniscus dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete. Setelah
ayahnya meninggal dunia, Socrates manggantikannya sebagai pemahat. Tetapi
akhirnya ia berhenti dari pekerjaan itu dan bekerja dalam lapangan filsafat
dengan dibelanjai oleh seorang penduduk Athena yang kaya.1
Masa Socrates
bertepatan dengan masa kaum sofis. Karena itu pokok pembahasan filsafat
Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis. Sebab itu ada orang
yang memasukkan Socrates kedalam golongan kaum sofis. Tetapi ini tidak betul,
karena ada perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat kaum
sofis itu.
Tetapi dengan
sekuat tenaga Socrates menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar dan
yang baik sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh
semua orang. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan
selaku filosof yang jujur juga berani.
Socrates
mempunyai kepribadian yang sabar, rendah hati, yang selalu menyatakan dirinya
bodoh. Badannya tidak gagah sebagi biasanya sebagai penduduk Athena. Meskipun
dia orang yang berilmu, tapi dia dalam memilih orang yang jadi istri bukan dari
golongan orang baik-baik dan pandai.2
B. JALAN
PEMIKIRAN SOCRATES
Ajaran bahwa
semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori – teori sains yang telah
mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan
kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit. Ia harus
meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran
umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagaian kebenaran memang relatif,
tetapi tidak semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan.
Ajarannya kita peroleh dari tulian murid – muridnya terutama Plato.3
Bartens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu
dutujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains
dan agama. Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates tidaklah banyak berbeda
dengan orang – orang sofis. Sama dengan orang sofis, Socrates memulai
filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari – hari. Akan tetapi, ada perbedaan
yang amat penting antara orang sofis dan Socrates. Socrates tidak menyetujui
kaum sofis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak
bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang
dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates
menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan – percakapan. Ia menganalisis pendapat – pendapat. Setiap orang
mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, misalnya ia bertanya kepada
negarawan, hakim, tukang, pedagang, dsb. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang
salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut dll. Socrates
selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban –
jawaban lebih lanjut dan menarik kensekuensi – konsekuensi yang dapat
disimpulkan dari jawaban – jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama
tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka
hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini
diselidiki dengan jawaban – jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering
terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia ( kebingungan ). Akan tetapi,
tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna.
Metode yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika yang berarti
bercakap – cakap atau berdialog. Metode Socrates dinamakan diaelektika karena
dialog mempunyai peranan penting didalamnya.4
Bagi kita yang sudah biasa membentuk dan menggunakan definisi
barang kali merasakan definisi itu bukan sesuatu yang amat penting, jadi bukan
suatu penenmuan yang berharga. Akan tetapi, bagi Socrates pada waktu itu
penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan
dihantamkannya kepada relatifisme kaum sofis.
Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif
kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu
Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengatahuan yang umum ada,
yaitu definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah
sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus
itulah pengetahuan yang kebenaranya relatif. Misalnya contoh ini :
Apakah kursi itu ? kita periksa seluruh, kalau bisa seluruh kursi
yang ada didunia ini. Kita menemukan kursi hakim ada tempat duduk dan sandaran,
kakinya empat, dari bahan jati. Lihat kursi malas, ada tempat duduk dan
sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat begitulah seterusnya. Jadi kita
ambil kesimpulan bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran.
Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan cirri yang lain tidak
dimilki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat
duduk yang bersandaran. Berarti ini merupakan kebenaran obyektif – umum, tidak
subyektif – relative. Tentang jumlah kaki, bahan, dsb. Merupakan kebenaran yang
relatif. Jadi, memang ada pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “ menghentikan
” laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan,
kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagainya, diperselisihkan
sebagainya. Dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah
agama mereka.5
Socrates mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari
dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada “ disana ” dialam
idea. Kubu Socrates semakin kuat, orang sofis sudah semakin kehabisan pengikut.
Ajaran behwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku,
orang sofis kalap, lalu menuduh Socrates merusak mental
pemuda dan menolak Tuhan – Tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Ia
dijatuhi hukuman mati. Seandainya Socrates memilih hukuman dibuang keluar kota,
tentu hukuman itu diterima oleh hakim tersebut, tetapi Socrates tidak mau
meninggalkan kota asalnya. Socrates menawarkan hukuman denda 30 mina ( mata
uang Athena waktu itu ). Pilihan itu ditolak oleh para hakim karena dianggap
terlalu kecil, terutama Socrates didalam pembelaannya dirasakan menghina hakim
– hakimnya. Biasanya hukuman mati dirasakan dalam tenggang waktu 12 jam dari
saat diputuskannya hukuman itu akan tetapi, pada waktu itu ada satu perahu
layar Athena yang keramat sedang melakukan perjalanan tahunan kekuil dipulau
Delos, dan menurut hukum Athena hukuman mati baru boleh dijalankan bila perahu
itu sudah kembali oleh karena itu, satu bulan lamanya Socrates tinggal didalam
penjara sambil bercakap – cakap dengan para sahabatnya. Salah seorang diantara
mereka yaitu Kriton, mengusulkan supaya Socrates melarikan diri, tetapi
Socrates menolak. Dan pada waktu senja dengan tenang Socrates meminum racun,
dikelilingi oleh para sahabatnya. Sekalipun Socrates mati, ajarannya tersebar
justru dengan cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai adanya
kebenaran umum. 6
Kosepnya tentang roh, terkenal tidak tentu ( indeterminate ) dan
berpandangan terbuka ( openminded ), jelas – jelas tidak agamis dan terlihat
tidak mengandalkan doktrin – doktrin metafisik atau teologis. Juga tidak
melibatkan komitmen – komitmen naturalistik atau fisik apapun, seperti
pandangan tradisional bahwa roh adalah “ nafas ” yang menghidupkan. Sebenarnya
juga tidak jelas bahwa ia sedang mencari kesepakatan bagi pendapatnya bahwatelah mengetahui dirinya sendiri. Sebab itu haruslah dia
mengenal dirinya lebih dulu. Maka dijadikanlah diri manusia oleh Socrates jadi
sasaran filsafat, dengan mempelajari substan dan sifat – sifat diri itu. Dengan
demikian menurut Socrates filsafat hendaklah berdasarkan kemanusiaan, atau
dengan lain perkataan, hendaklah berdasarkan akhlak dan budi pekerti.9
Menurut filsafat Socrates segala sesuatu kejadian yang terjadi di
alam adalah karena adanya “ akal yang mengatur ” yang tidak lalai dan tidak
tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang pemurah. Dia bukan benda, hanya
wujud yang rohani semata – mata. Pendapat Socrates tentang Tuhan lebih dekat
kepada akidah tauhid. Dia menasehatkan supaya orang menjaga perintah – perintah
agama, jangan menyembah berhala dan mempersekutukan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jahja, Muchtar. 1962. Pokok – Pokok Filsafat Yunani,
Jakarta : Widjaya.
2. Solomon, Robert C. 1996. Sejarah Filsafat, New York :
Yayasan Bentang Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar