FILSAFAT
ETIKA DAN MORAL KANT
Imanuel Kant, terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih banyak berbicara tentang filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena dia bisa disebut sebagai pemersatu antara filsafat Rasionalisme dan Emipirisme. Tapi ternyata usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang kita kenal filsafat positivisme --logis-- dan idealisme. Tulisan ini hanya sedikit rangkuman tentang filsafat etika dan moral Imanuel Kant, karena saya sendiri masih 'mau' belajar tentang filsafatnya, dan selalu tidak ada waktu saja untuk itu :-( Tapi lain kali akan saya update tulisan ini. Du kannst, denn du sollst! Kita wajib, karena kita bisa (melakukannya)! Filsafat kritis adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisme harus dianggap sebagai dogmatisme, sebab filsafat itu percaya ,mentah mentah pada kemampuan rasaio tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Pemutarbalikan Kopernikan (Kopernikanische Wende): "Sebelum Kant: kebenaran dimengerti sebagai "pencocokan intelek terhadap realitas" (adaequatio intellectus ad rem), sejak Kant kebenaran itu lebih merupakan "pencocokan realitas terhadap intelek" (adaequatio rei ad intellectum) "Objeklah yang mengarahkan diri kepada subjek untuk diproses menjadi pengetahuan, bukan subjek (manusia, "aku") mengarahkan diri pada objek (benda, "dunia") Inggris: Englightenment Perancis: Illuminism (?) Jerman: Aufkl Arung Semboyan: Sapere Aude! (Beranilah berfikir sendiri) Horace, filsuf Romawi Gerakan Pietisme di Jerman Doa tidak perlu karena toh Tuhan sudah tau kebutuhan dan isi hati kita. Gereja sejati tidak berada dalam organisasi mamna pun atau dalam ajaran-ajaran teologi, melainkan dio dalam hati orang yang percaya dan shaleh. Tingkah laku shaleh (baik) daripada ajaran teologis. Adanya Allah, berkehendak bebas, dan kebaaan jiwa tidak bisa dibuktikan secara teoritis, melainkan perlu diterima sebagai postulat budi praktis (praktishen vernunft)-yakni sebagai Idea-yang menyangkut kewajiban kita menaati hukum moral (Sittengesetz) Rasionalisme: Leibniz & Wolff Adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan sejati adalah akal budi (rasio).
Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan akal budi; akal budi sendiri tidak memerlukan pengalaman. Akal budi dapat menurunkan kebenaran2 dari dirinya sendiri, yakni berdasarkan azas-azas yang pertama dan pasti. Metode kerjanya bersifat deduktif. Monade: bersifat metafisik, 3 macam monade Empirisme: Hume (empeiria=pengalaman nyata, bhs.Yunani) Pengalamanlah yang menjadi sumber utama pengetahuan, baik pengalaman lahirian maupun pengalaman batiniah. Akal budi bukan sumber pengetahuan, tetapi ia bertugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman menjadi pengetahuan. Metodenya bersifat induktif. Kesan-kesan (impression) Pengertian-pengertian atu idea-idea (ideas) ' diperoleh secara tidak langsung daripengalaman "kepercayaan" (belief) ' skepsisisme Hume: tidak pernah dicapai suatu kepastian, yang ada kemungkinan Pandangan Hume thd manusia: "Aku" bukanlah substansi, melainkan "serangkaian atau kumpulan kesan-kesan yang silih berganti dengan kecepatan yang tak terbayangkan". Tidak ada "Aku" yang berdiri sendiri; yang bisa dijumpai adalah "Aku yang marah", "Aku yang sakit", "Aku yang kedinginan" Kausalitas (prinsip sebab-akibat): pengulangan berkali-kali pengalaman serupa, hanya memperlihatkan urutan-urutan gejala Critique of Pure Reason 3 macam putusan:
1. Putusan analitis: di sini predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat didalamnya (misalnya: lingkaran adalah bulat).
2. Putusan sistesis aposteriori: di sini predkat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, misalnya pernyataan "Meja itu bagus".
3. Putusan sistesis a priori: di sini dipakai suatu sumber [engetahuan yang kendati bersifat sistensis, namun toh bersifat a priori juga. Misalnya, putusan berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya" Hirarki proses pengetahuan manusia:
1. Tingkat penyerapan inderawi (Sinneswahrnehmung), tingkat yang paling rendah Ruang dan waktu adalah a priori sensibilitas, sudah berakar dalam struktur subjek
2. Tingkat akal budi (Verstand) yang berhubungan dengan realitas empiris 12 kategori2 yang merupakan ide-ide baawaan/ bersifat asasi, yang menunjukan Kuantitas (kesatuan, kejamakan, keutuhan) Kualitas (realitas, negasi, pembatasan) Relasi (substansi dan aksidens, sebabakibat atau kausalitas, interaksi) Modalitas (mungkin/mustahil, ada.tiada, keperluan/kebetulan)
3. Tingkat budi atau intelek (Verfnunft) Idea (Idee) paham metafisik yang absolut yang sama sekali lebas dari unsur2 empiris 3 Idea transendenta, tidak bisa diketahui oleh pengalaman karena berada dalam dunia noumenal (noumenon, bukan pahinomenon, bhs. Yunani), merupakan postulat-postulat atau aksioma-aksioma epistemologis yang berada diluar jangkauan pembuktian teoritis-empiris:
1. Idea psikologis (jiwa)
2. Idea kosmologis (dunia)
3. Idea teologis (Allah)
Imanuel Kant, terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih banyak berbicara tentang filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena dia bisa disebut sebagai pemersatu antara filsafat Rasionalisme dan Emipirisme. Tapi ternyata usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang kita kenal filsafat positivisme --logis-- dan idealisme. Tulisan ini hanya sedikit rangkuman tentang filsafat etika dan moral Imanuel Kant, karena saya sendiri masih 'mau' belajar tentang filsafatnya, dan selalu tidak ada waktu saja untuk itu :-( Tapi lain kali akan saya update tulisan ini. Du kannst, denn du sollst! Kita wajib, karena kita bisa (melakukannya)! Filsafat kritis adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisme harus dianggap sebagai dogmatisme, sebab filsafat itu percaya ,mentah mentah pada kemampuan rasaio tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Pemutarbalikan Kopernikan (Kopernikanische Wende): "Sebelum Kant: kebenaran dimengerti sebagai "pencocokan intelek terhadap realitas" (adaequatio intellectus ad rem), sejak Kant kebenaran itu lebih merupakan "pencocokan realitas terhadap intelek" (adaequatio rei ad intellectum) "Objeklah yang mengarahkan diri kepada subjek untuk diproses menjadi pengetahuan, bukan subjek (manusia, "aku") mengarahkan diri pada objek (benda, "dunia") Inggris: Englightenment Perancis: Illuminism (?) Jerman: Aufkl Arung Semboyan: Sapere Aude! (Beranilah berfikir sendiri) Horace, filsuf Romawi Gerakan Pietisme di Jerman Doa tidak perlu karena toh Tuhan sudah tau kebutuhan dan isi hati kita. Gereja sejati tidak berada dalam organisasi mamna pun atau dalam ajaran-ajaran teologi, melainkan dio dalam hati orang yang percaya dan shaleh. Tingkah laku shaleh (baik) daripada ajaran teologis. Adanya Allah, berkehendak bebas, dan kebaaan jiwa tidak bisa dibuktikan secara teoritis, melainkan perlu diterima sebagai postulat budi praktis (praktishen vernunft)-yakni sebagai Idea-yang menyangkut kewajiban kita menaati hukum moral (Sittengesetz) Rasionalisme: Leibniz & Wolff Adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan sejati adalah akal budi (rasio).
Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan akal budi; akal budi sendiri tidak memerlukan pengalaman. Akal budi dapat menurunkan kebenaran2 dari dirinya sendiri, yakni berdasarkan azas-azas yang pertama dan pasti. Metode kerjanya bersifat deduktif. Monade: bersifat metafisik, 3 macam monade Empirisme: Hume (empeiria=pengalaman nyata, bhs.Yunani) Pengalamanlah yang menjadi sumber utama pengetahuan, baik pengalaman lahirian maupun pengalaman batiniah. Akal budi bukan sumber pengetahuan, tetapi ia bertugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman menjadi pengetahuan. Metodenya bersifat induktif. Kesan-kesan (impression) Pengertian-pengertian atu idea-idea (ideas) ' diperoleh secara tidak langsung daripengalaman "kepercayaan" (belief) ' skepsisisme Hume: tidak pernah dicapai suatu kepastian, yang ada kemungkinan Pandangan Hume thd manusia: "Aku" bukanlah substansi, melainkan "serangkaian atau kumpulan kesan-kesan yang silih berganti dengan kecepatan yang tak terbayangkan". Tidak ada "Aku" yang berdiri sendiri; yang bisa dijumpai adalah "Aku yang marah", "Aku yang sakit", "Aku yang kedinginan" Kausalitas (prinsip sebab-akibat): pengulangan berkali-kali pengalaman serupa, hanya memperlihatkan urutan-urutan gejala Critique of Pure Reason 3 macam putusan:
1. Putusan analitis: di sini predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat didalamnya (misalnya: lingkaran adalah bulat).
2. Putusan sistesis aposteriori: di sini predkat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, misalnya pernyataan "Meja itu bagus".
3. Putusan sistesis a priori: di sini dipakai suatu sumber [engetahuan yang kendati bersifat sistensis, namun toh bersifat a priori juga. Misalnya, putusan berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya" Hirarki proses pengetahuan manusia:
1. Tingkat penyerapan inderawi (Sinneswahrnehmung), tingkat yang paling rendah Ruang dan waktu adalah a priori sensibilitas, sudah berakar dalam struktur subjek
2. Tingkat akal budi (Verstand) yang berhubungan dengan realitas empiris 12 kategori2 yang merupakan ide-ide baawaan/ bersifat asasi, yang menunjukan Kuantitas (kesatuan, kejamakan, keutuhan) Kualitas (realitas, negasi, pembatasan) Relasi (substansi dan aksidens, sebabakibat atau kausalitas, interaksi) Modalitas (mungkin/mustahil, ada.tiada, keperluan/kebetulan)
3. Tingkat budi atau intelek (Verfnunft) Idea (Idee) paham metafisik yang absolut yang sama sekali lebas dari unsur2 empiris 3 Idea transendenta, tidak bisa diketahui oleh pengalaman karena berada dalam dunia noumenal (noumenon, bukan pahinomenon, bhs. Yunani), merupakan postulat-postulat atau aksioma-aksioma epistemologis yang berada diluar jangkauan pembuktian teoritis-empiris:
1. Idea psikologis (jiwa)
2. Idea kosmologis (dunia)
3. Idea teologis (Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar